Ana seorang laki-laki berusia 33 tahun. Ana melamar seorang akhwat
tapi orang tuanya tidak memberikan kejelasan kepada ana “menerima atau
menolak”. Menurut akhwat tersebut orang tuanya masih belum memberikan
restu, alasannya karena ana seorang mualaf dan berasal dari (NTT),
daerah yang berbeda dengan asal keluarga akhwat tersebut (Sumbar).
Orang tuanya takut kalau ana menikahi akhwat tersebut, maka suatu saat
setelah menikah ana akan membawa akhwat tersebut ke agama lama yang ana
anut. Ana dulunya seorang Katholik dan alhamdulillah sudah 3 tahun
belakangan ini memeluk Islam. Orang tua akhwat tersebut masih percaya
dengan dunia klenik. Foto ana diperlihatkan kepada beberapa orang dukun.
Menurut terawangan dukun-dukun tersebut ana tidak dapat dijadikan
pegangan hidup oleh anaknya. Hal tersebut semakin membuat orang tua
akhwat tersebut tidak memberikan restu. Sementara akhwat tersebut
alhamdulillah sudah mempunyai pemahaman terhadap dakwah yang haq
sehingga tidak percaya dengan hal-hal yang berbau klenik.
Ana memeluk Islam atas keinginan ana sendiri setelah ana mencari-cari
& mempelajari ilmu Islam. Alhamdulillah sampai sekarang ana aktif
dalam kajian salafusshalih. Insya Allah dari segi kesanggupan, ana dan
akhwat tersebut sudah sama-sama siap untuk menikah. Ana tidak ingin
berlarut-larut dalam masalah ini dan ingin segera menikah dengan akhwat
tersebut, karena insya Allah ana sudah yakin dengan akhwat tersebut
untuk menjadikannya pendamping hidup. Begitu juga dengan ahkwat tersebut
yang insya Allah sudah siap menerima segala kekurangan yang ana miliki.
Pertanyaan yang ingin ana ajukan :
1. Apa yang harus ana lakukan untuk mendapatkan restu dan menyakinkan orang tua akhwat tersebut dengan segala kekurangan yang ana miliki?
2. Apakah untuk kasus ana ini, menikah dengan (tanpa) wali diperbolehkan? Karena alasan ketidaksetujuan orang tua akhwat tersebut menurut ana terlalu berlebihan & tidak syar’i.
1. Apa yang harus ana lakukan untuk mendapatkan restu dan menyakinkan orang tua akhwat tersebut dengan segala kekurangan yang ana miliki?
2. Apakah untuk kasus ana ini, menikah dengan (tanpa) wali diperbolehkan? Karena alasan ketidaksetujuan orang tua akhwat tersebut menurut ana terlalu berlebihan & tidak syar’i.
Jazakallah atas jawaban yang ustadz berikan… Wassalamualaikum.
JAWABAN:
Wa’alaikumsalam Warahmatullah Wabarakatuh.
Bismillahirrahmanirrahim
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji bagi Allah, Rabb alam semesta. Shalawat dan salam semoga
tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya, para sahabatnya dan
orang-orang yang senantiasa setia mengikuti ajarannya yang lurus hingga
hari kiamat.
Saudaraku, semoga Allah merahmati Anda, pertama-tama kami merasa
sangat bahagia dan bersyukur atas hidayah yang Allah anugerahkan ke
dalam hati Anda, sehingga Anda menjadi hamba Allah yang muslim dan
beriman. Ini merupakan nikmat paling agung yang diperoleh seorang hamba
di dunia ini. Karena ia merupakan sebab utama untuk menggapai
keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Berkenaan dengan pertanyaan Anda yang pertama; ‘Apa yang harus ana
lakukan untuk mendapatkan restu dan menyakinkan orang tua akhwat
tersebut dengan segala kekurangan yang ana miliki?’ Maka menurut
pandangan kami dengan keterbatasan ilmu yang ada pada kami, hendaknya
Anda melakukan hal-hal berikut ini:
1. Hendaknya Anda bertakwa kepada Allah dengan senantiasa menjalankan
perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Karena takwa
merupakan kunci segala kebaikan di dunia dan akhirat, dan sebab
terselesaikannya berbagai problem dan kesulitan yang dihadapi seorang
muslim. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِب
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (ath-Thalaq: 2-3)
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِب
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (ath-Thalaq: 2-3)
2. Anda menjelaskan kepada orang tua akhwat itu bahwa Anda sangat
meyakini dengan sebenar-benarnya bahwa Islam adalah agama satu-satunya
yang hak dan diridhai Allah, dan senantiasa berusaha untuk berpegang
teguh dengannya hingga akhir hayat. Anda dapat menyampaikan hal ini
kepada mereka secara langsung maupun dengan bantuan akhwat yang hendak
Anda nikahi.
3. Anda dan akhwat itu berupaya menjelaskan kepada orang tuanya
dengan penuh hikmah dan menggunakan kata-kata yang sopan dan lembut
bahwa tidak ada yang mampu mengetahui perkara-perkara ghaib seperti
menentukan nasib sial dan untung bagi seseorang, mengabarkan
kejadian-kejadian di waktu mendatang atau selainnya kecuali Allah
semata. Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ لا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ الْغَيْبَ إِلا اللَّهُ
“Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah.” (An-Naml: 65)
قُلْ لا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ الْغَيْبَ إِلا اللَّهُ
“Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah.” (An-Naml: 65)
Di samping itu, hendaknya Anda juga memperbanyak berdoa kepada Allah
agar Dia melimpahkan hidayah kepada kedua orang tua akhwat tersebut,
membukakan pintu hati mereka, sehingga mereka mau mendengar nasihat
Anda, serta menerima dan merestui Anda untuk menikah dengan putrinya
itu.
Adapun pertanyaan Anda yang kedua: ‘Apakah untuk kasus ana ini,
menikah dengan (tanpa) wali diperbolehkan? Karena alasan ketidak
setujuan orang tua akhwat tersebut menurut ana terlalu berlebihan &
tidak syar’i’.
Maka berdasarkan dalil-dalil syar’i dari Al Quran maupun as-Sunnah,
bahwa tidaklah sah pernikahan yang dilakukan seseorang tanpa ada izin
dari wali wanita yang dinikahinya. Dan ini merupakan pendapat mayoritas
ulama dari kalangan sahabat, tabi’in dan para ulama sesudah mereka. Di
antara dalil yang dijadikan landasan bagi pendapat mereka adalah firman
Allah Ta’ala,
وَأَنْكِحُوا الأيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan.” (an-Nuur: 32)
وَأَنْكِحُوا الأيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan.” (an-Nuur: 32)
Di dalam ayat ini Allah memerintahkan kaum lelaki (para wali) agar
menikahkan anak atau hamba sahaya mereka yang perempuan. Jika sekiranya
urusan pernikahan ini diserahkan kepada kaum wanita itu sendiri, niscaya
Allah tidak akan menujukan perintah-Nya itu kepada kaum lelaki (para
wali).
Dan diriwayatkan dari Abu Musa al-Asy’ari z, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِىٍّ
“Tidak sah pernikahan kecuali dengan adanya wali”. (Shahih. Diriwayatkan oleh Abu Dawud I/635 no.2085, Tirmidzi III/407 no.1101, Ibnu Majah 1/605 no.1881, dan Ahmad IV/418 no.19761).
Dan diriwayatkan dari Abu Musa al-Asy’ari z, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِىٍّ
“Tidak sah pernikahan kecuali dengan adanya wali”. (Shahih. Diriwayatkan oleh Abu Dawud I/635 no.2085, Tirmidzi III/407 no.1101, Ibnu Majah 1/605 no.1881, dan Ahmad IV/418 no.19761).
Dan diriwayatkan pula dari Aisyah x, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ مَوَالِيهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ ». ثَلاَثَ مَرَّاتٍ
‘Seorang wanita yang menikah tanpa izin walinya maka pernikahannya adalah batil, batil, batil.’” (Shahih. Diriwayatkan oleh Abu Dawud I/634 no.2083, Tirmidzi III/407 no.1102, Ibnu Majah 1/605 no.1879, dan Ahmad VI/165 no.25365).
« أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ مَوَالِيهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ ». ثَلاَثَ مَرَّاتٍ
‘Seorang wanita yang menikah tanpa izin walinya maka pernikahannya adalah batil, batil, batil.’” (Shahih. Diriwayatkan oleh Abu Dawud I/634 no.2083, Tirmidzi III/407 no.1102, Ibnu Majah 1/605 no.1879, dan Ahmad VI/165 no.25365).
Berdasarkan dalil-dalil ini, jika memang Anda telah melakukan hal-hal
yang kami sebutkan pada jawaban pertanyaan pertama dan ternyata kedua
orang tua atau walinya itu belum juga mengizinkan dan merestui Anda
untuk menikahi anak perempuannya, maka menurut pandangan kami, sebaiknya
Anda tidak memaksakan diri menikah dengan wanita tersebut, tetapi
hendaknya Anda mencari gadis lain sebagai calon pendamping hidup yang
memungkinkan bagi Anda mendapatkan izin dan restu dari kedua orang
tuanya (walinya). Sebab menikah dengan wanita tanpa ada izin dan restu
dari wali atau orang tua, di samping pernikahannya tidak sah, sehingga
tidak halal bagi Anda menggauli wanita itu, demikian juga ia menimbulkan
dampak negatif yang cukup besar, seperti terputusnya hubungan antara
menantu dan anak dengan kedua orang tuanya dan kerabatnya, menimbulkan
kebencian dan permusuhan di antara mereka, dan lain sebagainya.
Namun bagaimana pun juga, kami tetap berharap dan berdoa -jika Anda
telah melaksanakan beberapa hal yang kami sarankan di atas-, agar Allah
memberikan kemudahan bagi urusan Anda, menganugerahkan kepada Anda istri
shalihah yang senantiasa membantu Anda dalam kebaikan dan ketakwaan,
serta ia menjadi sebab datangnya keberkahan dan kebahagiaan hidup di
dunia dan akhirat.
Demikian jawaban yang dapat kami sampaikan, semoga dapat membantu
menyelesaikan problem yang sedang Anda hadapi. Dan semoga jawaban ini
menjadi ilmu yang bermanfaat dan amal shalih yang selalu mengalirkan
pahala hingga terjadinya hari kiamat. Wallahu ta’ala A’lam Bish-Shawab.
(***)
Dijawab oleh: Muhammad Wasitho, Lc
0 comments:
Post a Comment