Aku Tertantang Meminangnya

Leave a Comment

Assalamu’alaikum Ustadz…..,
Ana mau tanya. Ana punya teman seorang akhwat yang dia terkena syubhat khawarij dan juga terkena fitnah pemikiran (fikroh). Jika ada dalil yang bertentangan dengan fikrahnya, maka dia tidak mau menerimanya. Bagaimana cara menasihatinya, sedang ana seorang ikhwan??
Bolehkan ana berkeinginan menikahinya untuk mengajaknya pada manhaj salaf?
Mana yang lebih utama, mendoakannya supaya mendapat hidayah atau menasihatinya langsung, atau kedua-duanya? Jazakallahu khairan katsiran.
Dari: Abdulloh

JAWABAN:
Wa’alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,
Islam adalah agama nasihat. Dan diantara sifat orang-orang yang beriman antara satu dengan yang lainnya saling menasihati dalam kebaikan dan mencegah dari kemungkaran. Allah Ta’ala berfirman,
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (at-Taubah :71)
Di dalam hadits, Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam – bersabda,
عَنْ تَمِيمٍ الدَّارِىِّ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « الدِّينُ النَّصِيحَةُ » قُلْنَا لِمَنْ قَالَ « لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ »
“Agama itu adalah nasihat.” Kami (para sahabat) bertanya,“Untuk siapakah (nasihat itu)?” Beliau menjawab, “Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin, dan kaum muslimin semuanya.” (Riwayat Muslim I/74 no.55, dari Tamim ad-Dariy z)
Dan masih banyak dalil-dalil lain yang semakna dengannya.
Berdasarkan dalil-dalil di atas, maka perintah Allah dan Rasul-Nya kepada kaum mukminin yang laki-laki maupun perempuan agar saling memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar adalah sama. Bahkan ketika seseorang melihat suatu kemungkaran pada saudaranya sesama muslim dalam bentuk apa pun, baik berkaitan dengan masalah akidah, ibadah, manhaj, muamalah atau selainnya hendaknya ia berupaya mencegah atau menghilangkannya sesuai dengan batas kemampuannya. Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam – bersabda,
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ
“Barangsiapa diantara kalian melihat suatu kemungkaran, maka hendaknya ia mengubahnya dengan tangannya. Jika ia tidak mampu, maka hendaknya ia mengubahnya dengan lisannya (nasihat). Dan jika ia tidak mampu (pula), maka hendaknya ia mengubahnya (yakni mengingkarinya) dengan hatinya. Dan yang demikian itu adalah bukti selemah-lemahnya iman.” (Riwayat Muslim I/69 no.49)
Diantara hal yang paling penting untuk diperhatikan dalam memberikan nasihat adalah mengikhlaskan niat karena Allah, bukan karena hal-hal lain yang bersifat duniawi yang akan merusak keikhlasan. Karena memberikan nasihat kepada orang lain adalah ibadah yang harus dibangun atas dasar ikhlas dan ittiba’ (mengikuti tuntunan Nabi), agar Allah menerima ibadahnya dan memberikan pahala kepadanya, serta menjadikan nasihatnya itu memberikan pengaruh yang baik kepada siapa saja yang mendengarnya.
Janganlah seseorang bersemangat dalam memberikan nasihat kepada lawan jenis yang ia cintai atau ia harapkan untuk dinikahi, sementara kepada orang lain yang jelas-jelas memiliki kemungkaran yang banyak dan lebih besar darinya ia biarkan begitu saja atau kurang semangat dalam menasihatinya. Sebab jika memang demikian keadaannya, maka ini sebagai salah satu tanda keikhlasannya kurang sempurna atau bahkan tidak ada.
Hal lain yang harus diperhatikan pula dalam memberikan nasihat kepada lawan jenis, hendaknya menjauhi cara-cara yang melanggar aturan syariat, seperti memberikan nasihat dalam keadaan khalwat (berduaan di suatu tempat), mencampuradukkan antara kalimat nasihat dengan kalimat-kalimat cinta terlarang, sering komunikasi lewat telepon atau chatting, dan yang semisalnya. Karena cara yang demikian ini akan membuka lebar-lebar pintu fitnah bagi setan untuk menjerumuskan keduanya ke dalam perbuatan keji dan mungkar. Atau minimal hal itu akan menimbulkan penyakit di dalam hati.
Allah Ta’ala berfirman
وَلا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk”. (al-Isra’: 32)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (al-Baqarah: 208)
Di dalam hadits, Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam – bersabda,
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ كَانَ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ
“Tidaklah seorang laki-laki berkhalwat (berduaan) dengan seorang wanita (bukan mahramnya, pent) melainkan setan menjadi pihak ketiga.” (Riwayat at-Tirmidzi III/474 no.1171)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَا تَرَكْتُ بَعْدِى فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ
“Tidaklah kutinggalkan sepeninggalku suatu ujian yang lebih berat bagi laki-laki melebihi wanita” (Riwayat Bukhari V/1959 no.4808 dan Muslim I/2097 no. 2740, dari Usamah bin Zaid).
Selain itu, hendaknya seseorang memperbanyak doa kepada Allah agar memberikan hidayah kepada orang yang sedang ia dakwahi atau nasihati, karena hidayah itu hanya ada di tangan Allah, sedangkan makhluk sama sekali tidak mampu melakukannya.
Jadi, secara ringkas nasihat kepada lawan jenis secara khusus dan kepada semua orang secara umum dapat dilakukan dengan lisan, tulisan atau memberikan hadiah bermanfaat berupa buku, majalah, kaset atau cd kajian ilmiyah, dan semisalnya.
Adapun keinginan anda untuk menikahi wanita tersebut, maka tidak ada larangan dalam Islam, karena dia seorang muslimah, meskipun dia memiliki kesalahan atau penyimpangan dalam pemahaman terhadap agamanya. Allah ta’ala berfirman:
الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ
“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi al-Kitab sebelum kamu, bila kamu Telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik.” (al-Maidah: 5)
Dari ayat ini, kita dapat memahami bahwa wanita muslimah boleh dinikahi selagi wanita tersebut dapat menjaga kehormatannya, bukan wanita pezina. Karena di dalam ayat lain Allah melarang kaum mukminin menikahi wanita pezina, kecuali jika ia telah bertaubat nashuha kepada Allah.
Akan tetapi, ada hal yang perlu dipertimbangkan pula, jika menikah dengan wanita yang memiliki pemikiran yang menyimpang dan telah terbukti selalu menolak nasihat dari selainnya, atau bahkan dia berusaha untuk mengajarkan dan menyebarluaskan pemikiran menyimpang tersebut kepada orang lain, maka –menurut pandangan kami- sebaiknya anda lebih memilih menikah dengan wanita muslimah lain yang mau dibimbing oleh anda ke jalan yang benar dan pemahaman agama yang lurus, meskipun dia seorang yang sedikit ilmunya atau masih pemula dalam menuntut ilmu syar’i, namun ia memiliki niat yang baik dan tekad yang kuat untuk mencari dan mengikuti al-haq. Dengan demikian, sangat mudah bagi anda untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang harmonis (penuh sakinah, mawaddah wa rahmah), dengan izin Allah.
Demikian jawaban singkat atas pertanyaan ini. Semoga dapat dipahami dan menjadi ilmu yang bermanfaat. Amiin. Wallahu a’lam bish-shawab. (***)
Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

0 comments:

Post a Comment