Assalamualaikum. Duhai ustadz…, saya ingin jawaban yang
mantap dari Anda. Soalnya, saya sering nanya masalah ini kepada yang
lain dan jawabannya kurang memuaskan bahkan ada yang menyakiti hati
saya, karena saya orangnya sensitif ustadz.
Saya pernah melakukan zina dengan seorang wanita yang udah bersuami,
saya sangat menyesali perbuatan saya itu. Itu hanya sekali ya ustadz,
dan sekarang saya menjauh dari perempuan itu, karena saya takut terulang
lagi hal yang sangat menyakitkan dan menghantui jiwa saya ini.
Ustadz, bagaimana caranya agar saya diampuni dari dosa tersebut ya
ustadz… Mohon jawabannya. Karena ada orang yang bilang harus dinikahi,
sedangkan tidak mungkin saya menikahi perempuan itu sedangkan suaminya
masih ada.
Bantu saya ya ustadz. Sebelumnya saya ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum.
Ma****a
Jawaban:
Waalaikumussalam warahmatullah wabarakatuh.
Saudaraku …, dosa, kesalahan, dan pelanggaran acap kali menimpa
seseorang. Tidak membedakan antara laki maupun wanita. Tidak pula
melihat apakah ia masih remaja, dewasa, atau bahkan telah lansia. Hal
ini dikarenakan karakter utama manusia adalah lalai, lupa, dan cenderung
berbuat dosa dan melampaui batas. Dan sikap terbaik baik seorang muslim
adalah bersyukur ketika bergelimang dalam kenikmatan, bersabar ketika
musibah menghadang, dan segera bertaubat dan memohon ampun kepada Allah
ketika terpeleset dan terjerumus dalam kubangan kemaksiatan dan dosa.
Dosa dan kemaksiatan terus dijalankan hanya akan menambah kegelisahan
seseorang, dicabutkanya kenikmatan yang Allah berikan padanya, dan
tidak ada tempat yang pantas baginya melainkan neraka yang maha pedih
siksaannya.
Agar terbebas dari himpitan dosa dan pedihnya siksaan, dosa harus diiringi dengan taubat nasuha.
Taubat adalah kembali kepada Allah, yaitu kembali mendekatkan diri
kepada Allah dengan ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan. Karena ketika
ia bergumul dengan dosa berarti ia sedang jauh dari Allah, dengan
taubat ia kembali mendekatkan diri kepada Allah yaitu dengan menjalankan
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Demikian halnya bagi seseorang
yang terjerumus dalam perzinaan, untuk bisa diampuni dosanya oleh Allah
maka ia harus betul-betul bertaubat kepada Allah dengan taubat nasuha.
Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا
“Wahai orang-orang yang beriman bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang sungguh-sungguh (taubat nasuha).” (at-Tahrim : 8)
Syekh Abdurrahman Assi’di berkata, “Dalam ayat ini Allah telah
memerintahkan kaum mukminin untuk bertaubat dengan taubat nasuha”
(Taisir Karimirrahman, 874)
Kemudian, perlu diketahui, bahwa taubat nasuha tidak akan terwujud kecuali dengan syarat sebagai berikut:
a. Taubat dibangun di atas keikhlasan, bukan karena tujuan duniawi.
Ini adalah syarat utama, karena taubat yang hanya karena malu,
dipaksa, atau sebab-sebab duniawi lainnya, maka tidaklah bermanfaat dan
tidak diterima oleh Allah. Karena taubat adalah ibadah, dan ibadah tidak
akan diterima kecuali didasari oleh keikhlasan, yaitu betul-betul
karena Allah karena mengharap rahmat-Nya dan takut akan siksaan-Nya.
Ibnu Qayyim – rahimahullah – berkata, “Hendaknya maksud taubat adalah
bertakwa kepada Allah – subhanahu wa ta’ala -, yaitu merasa takut dan
khusyuk kepada-Nya, menunaikan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, dan
menjalankan ketaatan kepada Allah di atas cahaya dari Allah dengan
berharap pahala-Nya, dan meninggalkan maksiat di atas cahaya-Nya karena
merasa takut terhadap siksaan-Nya (Tahdzib Madarijus Salikin, Ibnu
Qayyim, 1/202)
Syekh Abdurrahman Assi’di berkata, “Taubat nasuha adalah taubat dari
seluruh dosa, dilakukan oleh seseorang karena Allah, ia tidak
mengharapkan melainkan wajah Allah dan kedekatan dengan-Nya.” (Taisir
Karimirrahman, 874)
b. Menyesali dosa yang ia lakukan dan tidak ingin mengulanginya kembali.
Penyesalan atas dosa yang dilakukan merupakan langkah awal menuju
taubat nasuha. Dengan penyesalan, maka akan mendorong ia untuk berhenti
dari dosa tersebut. Namun, ketika seseorang berhenti dari sebuah dosa,
bukan karena penyesalan, ia tidak merasa bersalah, ia tidak menyadari
akan dampak dari dosa yang ia lakukan, maka besar kemungkinan suatu saat
nanti ia akan kembali kepada dosa tersebut.
c. Meninggalkan dosa dan tidak terus menerus berbuat dosa.
Taubat yang hanya diucapkan oleh lisan, dan tidak dibarengi oleh
perbuatan dia dalam meninggalkan dosa, maka bak kotoran yang dibungkus
oleh kain sutera. Indah di pandangan orang, namun sungguh buruk di
hadapan Allah k.
d. Memiliki tekad kuat untuk tidak mengulangi perbuatan dosanya.
Setelah ia menyesali atas perbuatannya, kemudian ia buktikan dengan
berhenti dari dosa tersebut, maka ia pun harus memiliki tekad kuat untuk
tidak mengulangi perbuatan dosanya.
Ketiga syarat terakhir ini telah dijelaskan dengan gamblang oleh Imam
Ibnul Qayyim, beliau berkata, “Taubat adalah menyesali perbuatannya,
meninggalkan perbuatan dosa tersebut, dan bertekad untuk tidak
mengulanginya.” (Madarijus Salikin, I/182)
e. Taubat dilakukan sebelum ajal menjemput dan sebelum matahari terbit dari barat
Keempat syarat sebelumnya tidak akan bermanfaat jika ajal seseorang
telah dijemput dan matahari telah terbit dari barat. Allah berfirman,
وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّى إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْآنَ
“Dan Taubat itu tidaklah (diterima Allah) dari mereka yang berbuat
kejahatan hingga apabila datang ajal kepada seorang diantara mereka
barulah dia mengatakan, ‘Saya benar-benar taubat sekarang.’” (an-Nisa :
18)
مَنْ تَابَ قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا، تاَبَ اللهُ عَلَيْهِ
“Barangsiapa yang taubat sebelum terbitnya matahari dari arah barat
maka Allah terima taubatnya.” (Diriwayatkan oleh Muslim no 7036)
f. Apabila dosa tersebut berupa kezaliman kepada orang lain, maka harus meminta maaf dan atau mengembalikan hak-hak orang lain yang diambil dengan cara yang batil.
Jika kedzaliman yang ia lakukan berkaitan dengan harta, seperti
melakukan ghashab (ambil paksa), khianat, menipu dalam berjual beli
dengan bermacam cara pengelabuan, maka ia harus mengembalikan harta
mereka satu persatu atau meminta dihalalkan oleh mereka. Jika ia telah
berusaha semaksimal mungkin, dari mencari hingga menulis surat, namun
tetap tidak bisa bertemu dengan orang yang ia zhalimi, maka hendaklah ia
memperbanyak amalan shalih dan mendoakan mereka, dengan harapan bisa
menebus kesalahannya. Inilah cara taubat dari perbuatan zhalim.
Lalu bagaimana dengan dosa seseorang yang telah berzina dengan istri
orang lain? Haruskah ia meminta maaf kepada suami wanita tersebut? Atau
haruskah ia menikahi wanita tersebut padahal masih bersuami?
Para ulama menyatakan bahwa taubat dari dosa zina seperti taubat dari
dosa menuduh seseorang berzina, artinya tidak berkewajiban memberi tahu
orang yang dituduh, namun cukup bertaubat dengan taubat nasuha dan
mendoakan serta memperbanyak amalan shalih. Hal ini berlaku pada
dosa-dosa yang berkaitan dengan hak-hak Allah. Maka, jika seseorang
berzina dengan istri orang lain, terlebih lagi perzinaan tersebut hanya
diketahui oleh wanita dan pasangan gelapnya, maka si pasangan gelap
tidak harus mengaku di hadapan suami atau di hadapan hakim. Namun, cukup
baginya untuk menyesali dosanya, dan bertekad tidak mengulanginya lagi.
Jika taubatnya adalah taubat nasuha, insya Allah, Allah akan
mengampuninya.
Hal ini berdasarkan perbuatan Nabi – shallallahu ‘alaihi wa sallam –
yang berusaha menolak Ma’iz yang mendatangi Nabi saw untuk mengaku bahwa
dirinya telah berzina, namun Nabi saw berusaha untuk menjadikan Ma’iz
menarik kembali pernyataannya. Karena, Beliau – shallallahu ‘alaihi wa
sallam – berharap agar Ma’iz bertaubat atas dosa zina yang ia perbuat
karena Allah masih menutupi perbuatan dosanya.
Bertolak dari hal ini, maka seseorang yang telah berzina dengan istri
orang lain tidak berkewajiban harus menikahi wanita tersebut, terlebih
lagi wanita tersebut bersuami. Kecuali, jika suami wanita tersebut
mengetahui perbuatan istrinya, lalu menceraikannya, dan wanita tersebut
benar-benar taubat dari perbuatannya, maka tidak mengapa pasangan gelap
menikah dengannya jika memang ia telah ridha dengan agama dan akhlak
wanita tersebut.
Saudaraku … Jika taubat seseorang betul-betul taubat nasuha, insya Allah ia akan diampuni dosanya. Allah berfirman:
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا
تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ
جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Katakanlah, ‘Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri
mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah
Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’” (az-Zumar: 53)
Demikian, semoga Allah senantiasa membimbing kita untuk bertaubat kepada-Nya dengan taubat nasuha. (***)
0 comments:
Post a Comment